Senin, 30 September 2013

Boneka Untuk Adikku


Based on true story...

Hari terakhir sebelum Natal, aku terburu-buru ke supermarket untuk membeli hadiah-hadiah yang semula tak direncanakan untuk dibeli. Ketika melihat orang banyak, aku mulai mengeluh, "Ini akan makan waktu seumur hidup! Sementara masih banyak tempat yang harus kutuju.. Natal benar-benar semakin menjengkelkan dari tahun ke tahun.. Kuharap aku bisa berbaring, tidur dan hanya terjaga setelahnya.."
Namun begitu pun, aku tetap berjalan menuju bagian mainan, dan di sana aku mulai mengutuki harga-harga, berpikir apakah sesudahnya semua anak akan sungguh-sungguh bermain dengan mainan yang mahal ini.

Saat sedang mencari-cari, aku melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahunan, memeluk sebuah boneka. Ia terus membelai rambut boneka itu dan terlihat sangat sedih.
Aku bertanya-tanya untuk siapa boneka itu. Anak itu mendekati seorang perempuan tua di dekatnya, "Nenek, apa nenek yakin aku tak punya cukup uang untuk membeli boneka ini?"
Perempuan tua itu menjawab, "Kau tau bahwa kau tak punya cukup uang untuk membeli boneka ini sayang..." Kemudian perempuan itu meminta anak itu menunggu di sana sekitar 5 menit sementara ia berkeliling ke tempat lain. Perempuan itu pergi dengan cepat. Anak itu masih menggenggam boneka itu di tangannya.

Akhirnya, aku mendekati anak itu dan bertanya kepada siapa dia ingin memberikan boneka itu. "Ini adalah boneka yang paling disayangi adikku dan dia sangat menginginkannya pada Natal ini. Ia yakin Santa Claus akan membawa boneka ini untuknya..."
Aku menjawab mungkin Santa Claus akan membawa boneka itu untuk adiknya, supaya ia jangan khawatir.
Tapi anak itu menjawab dengan sedih, "Tidak, Santa Claus tak dapat membawa boneka ini ke tempat dimana adikku berada sekarang.. Aku harus memberikan boneka ini kepada mama sehingga mama nanti yang memberikan kepadanya ketika mama sampai di sana...". Mata anak itu begitu sedih ketika mengatakan ini, "Adikku sudah pergi kepada Tuhan.. Papa bilang, mama juga akan segera pergi menghadap Tuhan, maka kukira mama bisa membawa boneka ini untuk diberikan kepada adikku...".
Jantungku seakan terhenti.

Anak itu memandangku dan berkata, "Aku minta papa untuk memberitahu mama agar tidak pergi dulu.. Aku meminta papa untuk menunggu hingga aku pulang dari supermarket ini..."
Kemudian ia menunjukkan fotonya yang sedang tertawa. Dan ia berkata, "Aku juga ingin mama membawa foto ini supaya tidak lupa padaku. Aku mencintai mama dan kuharap ia tak meninggalkanku, tapi papa bilang mama harus pergi bersama adikku..."
Kemudian ia memandang dengan sedih ke arah boneka itu dengan diam.

Aku meraih dompetku dengan cepat, mengambil beberapa catatan dan berkata kepada anak itu, "Bagaimana jika kita periksa lagi, siapa tau uangmu cukup?".
"Ok! Kuharap punyaku cukup.." katanya.
Kutambahkan uangku pada uangnya tanpa setahunya dan kami mulai menghitung. Ternyata cukup untuk boneka itu, dan malah sisa.
Anak itu berseru, "Terima kasih Tuhan karena memberiku cukup uang..."
Kemudian ia memandangku dan menambahkan, "Kemarin sebelum tidur aku memohon kepada Tuhan untuk memastikan bahwa aku punya cukup uang untuk membeli boneka ini sehingga mama bisa memberikannya kepada adikku.. Dia mendengarkan aku! Aku juga ingin uangku cukup untuk membeli mawar putih buat mama, tapi aku tak berani memohon terlalu banyak kepada Tuhan. Tapi Dia memberiku cukup untuk membeli boneka dan mawar putih.. Kau tahu, mamaku suka sekali mawar putih..."

Beberapa menit kemudian, neneknya kembali dan aku berlalu dengan troli-ku. Kuselesaikan belanjaku dengan suasana hati yang sepenuhnya berbeda dari saat aku datang pertama kali tadinya. Aku tak dapat menghapus anak itu dari pikiranku.
Kemudian aku ingat artikel di koran lokal dua hari yang lalu, yang memuat berita tentang seorang pria mengendarai truk dalam kondisi mabuk dan menghantam sebuah mobil yang dibawa oleh seorang wanita muda dan seorang gadis kecil. Gadis kecil itu meninggal seketika, dan ibunya dalam kondisi kritis. Keluarganya harus memutuskan apakah harus mencabut alat pemacu jantung, karena wanita itu tak akan mampu keluar dari kondisi koma.
"Apakah mereka keluarga dari anak laki-laki ini?" tanyaku dalam hati.

Dua hari setelah pertemuan dengan anak itu, kubaca di koran bahwa wanita muda itu meninggal dunia. Aku tak dapat menghentikan diriku dan pergi membeli seikat mawar putih dan kemudian pergi ke rumah duka tempat jenasah dari wanita muda itu diperlihatkan kepada orang-orang untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum penguburan. Wanita itu di sana, dalam peti matinya, menggenggam setangkai mawar putih yang cantik dengan foto anak laki-laki dan boneka itu ditempatkan di atas dadanya.

Kutinggalkan tempat itu dengan menangis, aku merasa hidupku telah berubah selamanya. Cinta yang dimiliki anak laki itu kepada ibu dan adiknya, sampai saat ini masih sulit untuk dibayangkan. Dalam sekejap mata, seorang pria mabuk mengambil semuanya dari anak itu......